Darkness, Light, Darkness, Jan Švankmajer

Juni 22, 2019

Darkness, Light, Darkness, by Jan Svankmajer

Sebuah lengan tanpa tubuh merayap-rayap secara buta di suatu rumah mungil, dan seperti ekor cicak yang terlepas dari tubuhnya ia nampak hilang arah, sebelum kemudian membuka pintu dan bertemu dengan sepasang bola mata, yang diteruskan dengan kehadiran seekor kupu-kupu sedang berterbangan dari arah jendela, dan ketika diamati, itu adalah sepasang telinga. Begitulah kemudian beberapa komponen tubuh lainnya, satu-persatu bertamu dan berkumpul bahkan, penis sekalipun. Ia menyusun dengan kebingungan dan ketidakteraturan. Dan dalam satu lingkup yang kecil itu, tentu usaha tersebut sangat menyulitkan, dimana tubuh tersebut tersusun satu persatu dan semakin sempit ruang-ruang yang tersisa untuk mereka bergerak bebas. Menghapuskan potongan kesempurnaan yang tersisa di awal kisah. Padahal mungkin tangan-tangan dan komponen itu mampu menahan semua tamu-tamu tersebut untuk masuk dan semakin mempersempit ruang, namun pada akhirnya semua usaha adalah kontradiktif dalam praktiknya. Mata-mata secara metafisik kembali menyatu dengan kepala, kaki-kaki mencari organ bagian atasnya, walaupun dua pasang lengan saja sudah cukup untuk menjalin sebuah ide tentang struktur biologis, tentu dengan begitu banyak pula keterbatasan. Yang kemudian menjadikannya sebuah elemen khusus untuk merancang kontradiksi dari tragedi tadi. Perihal konsep, Svankmajer menjalih tubuh-tubuh antara kontradiksinya, dan keterbatasan diatas kebebasan (nihilis). Namun penempatan organ-organ, dan kita tidak bisa menyebutkannya sebagai satu kesatuan karena berada di posisi ruang yang kontradiktif antara fungsinya (sebelum menyatu). Mereka sebetul-betulnya datang tanpa tingkatan, mereka tidak datang pula dengan bentuk. Walau diluar itu kemudian mereka sebenarnya berada di lingkup bentuk, tingkatan, posisi secara struktural. Dalam tahap ini sebenarnya, organ-organ berada pada ruang/waktu yang kacau/abstrak, atau jika mengutip Deleuze perihal Abastract Machine; Ia bereorientasi pada materi bukanlah substansi, ia pun bekerja dari fungsi bukanlah bentuk. (A Thousands Plateaus, p. 141 ) Maka ketika lengan dengan matanya menyadari bahwa objek (telinga) tidak berbentuk sebagai materi (walau secara fungsional masih tidak begitu jelas) seperti seharusnya dari seekor kupu-kupu, ia kemudian meraih dan memisahkannya atau mengembalikan fungsi-materi tersebut kepada yang seharusnya (sebagai wujud awal dari kontradiksi lainnya) menjadi sepasang telinga/subjektivitas-objek. Hal yang berbeda akan kita temukan, ketika lengan tak memberontak kepada, contohnya: materi pintu, karena ia berada di fungsi-materi dan substansi-bentuk yang seharusnya; gagangnya diraih, pintu terbuka, dan organ-organ tubuh lainnya tiba. Namun ekspresi pada kemudian menjadi atau menghasilkan kontradiksi baru, dan mengapa? Jawabannya ada pada efek kontradiktif yang pertama dari kontradiksi tadi. Dari kekacauan ia tidak sebetul-betulnya membentuk sebuah ekspresi yang dimaksudkan; seperti telinga di tangan, seperti kelopak mata di jari-jari, dsb. Namun selayaknya prototype dari kausalitas kontradiksi awal, bentuk-substansi tidak sebenar-benarnya menjadi ekspresi, walau mereka adalah ekspresi itu sendiri. Karena konsep nihilistik komponen organ/objek tadi pada dasarnya memang terbentuk sekaligus juga berpondasi dari kontradiksi/abstraksi, atau sejak awal Svankmajer menghendaki konsep matter-function dari hasil kausalitas tanda-tanda (secara metafisik-estetika) sebagai embrio konsep estetika yang dia tawarkan, maka yang terbentuk hanyalah bagian materi dan fungsi. Ruang dalam film ini, secara natural tak mampu dan walau mampu-pun tidak akan mengikuti bentuk dari material-fungsi yang ada di dalamnya yang bahkan bila dia mampu melakukan rekonstruksi struktur objek melalui tahapan validitas tingkatan, substansial, dan bentuk. Disinilah kontradiksi ketiga setelah "Light" yang dimaksud, yaitu; Darkness terbentuk, dan seperti pada materi-fungsinya, Ruang akan menghendaki kebebasannya dan takdir hanya sebagai sebuah ruang abstraksi yang tak mampu direkonstruksi atau diintervensi oleh implementasi atau penyederhanaan bentuk objek lainnya, atau yang terlahir secara independen, bukan sebagai kesatuan. Maka walaupun (dan ini merupakan subjektivitas dari si pembuat) materi dan fungsi telah dimiliki oleh struktural-objek manusia, dan mungkin berhak memiliki bentuk dan substansi, ia tetap terjebak pada kausalitas keberadaannya; Ruang, dimana ia kini berada yang lepas dari eksistensi keberadaannya. Dan pada akhirnya kita semua sadari bahwa abstraksi yang dilakukan Svankmajer sepanjang "tragedi" ini, secara filosofis tetap menyajikan kaidah dekonstruksi kepada sebuah interpretasi, memang. Namun, itu tidaklah didasarkan pada kebahasaan benda atau bahkan representasi, melainkan hasil dari efek kausalitas dari abstraksi itu sendiri sebagai hasil perselingkuhannya dengan subjektivitas personal dari para penonton, dan kelahirannya di dalam bentuk ruang kolektif kebudayaan.

You Might Also Like

0 komentar